Senin, 06 Oktober 2008

Great Leadership Begins With A Serving Heart

At The Ken Blanchard Companies® much of our work has focused on leadership behavior and how to improve leadership style and methods. In recent years we have added to this model by looking at leadership character and intention. Why are you leading--is it to serve or to be served? Answering this question in a truthful way is very important. We believe that if leaders don’t have the heart right, they simply won’t ever get leadership right.

The Two Parts of Leadership
Robert Greenleaf first coined the term “servant leadership” in 1970 and published widely on the concept for the next 20 years. Yet when people hear the phrase “servant leadership,” they are often confused. They immediately conjure up thoughts of the inmates running the prison, or trying to please everyone. Others think servant leadership is only for church leaders. The problem is these people don’t understand that leadership has two parts: vision and implementation. Because of this, they think you can’t lead and serve at the same time. Nothing could be further from the truth.

Setting the Vision versus Implementing the Plan
The first part of leadership--setting the vision--is where a leader defines the direction and communicates what the organization stands for and wants to accomplish. Once people are clear on where they are going, the leader’s role shifts to a service mindset for the task of implementation--the second aspect of leadership. How do you make the dream happen? This is where the servant aspect of servant leadership comes into play.

In his book Good to Great, Jim Collins contends that true leadership--the essence of what people long for and want desperately to follow--implies a certain humility that is appropriate and elicits the best response from people. He found two characteristics that describe great leaders: will and humility. Will is the determination to follow through on a vision/mission/goal. Humility is the capacity to realize that leadership is not about the leader; it’s about the people and what they need.

According to Collins, when things are going well for typical self-serving leaders, they look in the mirror, beat their chests, and tell themselves how good they are. When things go wrong, they look out the window and blame everyone else. On the other hand, when things go well for great leaders, they look out the window and give everybody else the credit. When things go wrong, these servant leaders look in the mirror and ask questions such as “What could I have done differently that would have allowed these people to be as great as they could be?”

Serving or Self-Serving?
When we talk about servant leadership and ask people whether they are a servant leader or a self-serving leader, no one will admit they’re a self-serving leader. Yet we observe self-serving leadership all the time. What is the difference? Too many people think that who they are is their position and the power it gives them. Yet that’s not true. Where does your power come from? It’s not from your position; it’s from the people whose lives you touch. You finally become a true leader when you realize that life is about what you give rather than what you get. The shift from selfserving leadership to leadership that serves others is motivated by a change in heart. Servant leaders realize that leadership is not about them. It’s about what and who they are serving. Effective servant leaders recognize that their jobs are to create and maintain cultures that turn on employees so they can turn on customers.

Today’s leaders need to be highly skilled in both setting overall corporate vision and serving in the role of coach and supporter for their people in helping them to get their jobs done. These leaders do that by looking down the traditional hierarchy and saying, “What can I do for you?” rather than having their people looking up the hierarchy and saying, “What can we do for you?” They constantly try to find out what their people need to be successful. Rather than wanting people to please their bosses, servant leaders want to make a difference in the lives of their people and, in the process, impact the organization. – (The Ken Blanchard Companies)

Minggu, 27 Januari 2008

ATTITUDE

Sebuah kebenaran kecil yang membuat hidup Anda menjadi 100%

Jika kita memberi nilai 1 untuk huruf A, 2 untuk huruf B, 3 untuk huruf C, dst... sampai nilai 26 untuk huruf Z, maka akan didapat nilai dari kata-kata sebagai berikut:

• HARD WORK (kerja keras)
H + A + R + D + W + O + R + K
8+1+18+4+23+15+18+11 = 98%

KNOWLEDGE (pengetahuan)
K+N+O+W+L+E+D+G+E
11+14+15+23+12+5+4+7+5 = 96%

LOVE (cinta, kasih)
L+O+V+E
12+15+22+5 = 54%

LUCK (keberuntungan)
L+U+C+K
12+21+3+11 = 47%

Sebagian besar dari kita menganggap hal-hal di atas sebagai yang paling penting. Tapi apa yang dapat membuat hidup Anda bermakna 100%? Apakah money atau leadership?

• MONEY (uang)
M+O+N+E+Y
13+15+14+5+25 = 72%

LEADERSHIP (kepemimpinan)
L+E+A+D+E+R+S+H+I+P
12+5+1+4+5+18+19+9+16 = 89%

Ternyata bukan! Setiap masalah mungkin mempunyai jawaban hanya ketika kita mengubah attitude atau sikap hati kita. Untuk mencapai nilai 100%, yaitu nilai maksimal, kita perlu melangkah sedikit lebih jauh lagi.

• ATTITUDE (sikap hati)
A+T+T+I+T+U+D+E
1+20+20+9+20+21+4+5 = 100%

Sikap hati kita terhadap kehidupan dan pekerjaan yang membuat hidup kita menjadi 100%. Sikap hati kita juga menentukan cara pandang kita terhadap kehidupan. Sikap hati kita menentukan cara kita menghargai apa yang kita miliki. Sikap hati kita menentukan cara kita memperlakukan orang lain.
Suatu ketika, seorang ayah dari sebuah keluarga yang sangat kaya membawa putranya ke sebuah negara untuk menunjukkan betapa banyaknya orang-orang yang miskin dan tidak hidup seperti mereka. Mereka tinggal beberapa hari di tengah-tengah keluarga petani yang sangat miskin.
Dalam perjalanan pulang, sang ayah bertanya kepada putranya, ”Bagaimana kesan-kesanmu tentang perjalanan ini?”
”Wah, luar biasa, Yah!”
”Kamu lihat betapa miskinnya orang-orang tersebut”, ayahnya bertanya.
”Oh, ya!”, jawab anaknya.
”Coba ceritakan apa yang kamu pelajari dari perjalanan ini!”, pinta ayahnya.
Anaknya menjawab, ”Saya lihat kita punya seekor anjing, mereka empat. Kita punya kolam renang yang cukup luas sampai setengah taman kita, mereka punya teluk yang tidak berujung. Kita mengimpor beberapa lampu untuk taman kita, mereka punya banyak bintang di langit. Pemandangan di rumah kita cukup luas sampai halaman paling luar, mereka punya seluruh horizon. Kita punya sebidang tanah di mana kita tinggal tetapi mereka tinggal di lokasi yang luasnya sejauh mata memandang. Kita punya pelayan-pelayan untuk melayani kita tetapi mereka melayani orang-orang lain. Kita membeli makanan kita tetapi mereka menanamnya sendiri. Kita punya dinding dan pagar di sekeliling untuk melindungi milik kita, tetapi mereka memiliki banyak teman untuk melindungi mereka.”
Sang ayah tidak dapat berkata apa-apa. Lalu anaknya menambahkan, ” Terima kasih, ayah karena telah menunjukkan betapa miskinnya kita.”
Bukankah cara pandang tersebut luar biasa? Anda akan heran akan apa yang terjadi kalau kita semua mengucap syukur untuk semua yang kita miliki, dan bukan kuatir akan hal-hal yang tidak kita miliki. Hargai setiap hal kecil yang Anda miliki dan sampaikan pesan ini kepada teman-teman Anda!

Jumat, 25 Januari 2008

Penjual Topi & Monyet

Seorang penjual topi berjalan melintasi hutan. Karena cuaca panas, ia memutuskan beristirahat sejenak di bawah sebuah pohon besar. Sebelum merebahkan diri, ia meletakkan keranjang berisi topi-topi dagangan di sampingnya.
Beberapa jam ia terlelap dan terbangun oleh suara-suara ribut. Hal pertama yang disadarinya adalah bahwa semua topi dagangannya telah hilang. Kemudian ia mendengar suara monyet-monyet di atas pohon. Ia mendongak ke atas dan betapa terkejutnya ia melihat pohon itu penuh dengan monyet, yang semuanya mengenakan topi-topinya.
Penjual topi itu terduduk dan berpikir keras bagaimana caranya ia bisa mendapatkan kembali topi-topi dagangannya yang sedang dibuat main-main oleh monyet-monyet itu. Ia berpikir dan berpikir, dan mulai menggaruk-garuk kepalanya. Ternyata monyet-monyet itu menirukan tingkah lakunya. Kemudian, ia melepas topinya dan mengipas-ngipaskan ke wajahnya. Ternyata monyet-monyet itu pun melakukan hal yang sama.
Aha! Ia pun mendapat ide! Lalu ia membuang topinya ke tanah, dan monyet-monyet itu juga membuang topi-topi di tangan mereka ke tanah. Segera saja si penjual itu mengumpulkan dan mendapatkan kembali semua topi-topinya. Ia pun melanjutkan perjalanannya.
Lima puluh tahun kemudian, cucu dari si penjual topi itu juga menjadi seorang penjual topi juga dan telah mendengar cerita tentang monyet-monyet itu dari kakeknya. Suatu hari, persis seperti kakeknya, ia melintasi hutan yang sama. Ia beristirahat di bawah pohon yang sama dan meletakkan keranjang berisi topi-topi dagangan di sampingnya.
Ketika terbangun iapun menyadari kalau monyet-monyet di pohon tersebut telah mengambil semua topi-topinya. Ia pun teringat akan cerita kakeknya Ia mulai menggaruk-garuk kepala, dan monyet-monyet itu menirukannya. Ia melepas topinya dan mengipas-ngipaskan ke wajahnya, monyet-monyet itu masih menirukannya. Nah, sekarang ia merasa yakin akan ide kakeknya.
Kemudian ia melempar topinya ke tanah. Tapi kali ini ia yang terkejut, karena monyet-monyet itu tidak menirukannya dan tetap memegangi topi-topi itu erat-erat.
Kemudian, seekor monyet turun dari pohon, mengambil topi yang dilemparkan oleh cucu penjual topi itu, lalu menepuk bahunya sambil berkata...
"Wooyyy, emangnya loe doang yang punya kakek???"
Moral cerita ini adalah apa yang dilakukan oleh pendahulu kita, mungkin memang berhasil pada masanya. Tetapi di masa sekarang..., untuk menghadapi persoalan yang sama, mungkin diperlukan modifikasi dari hal yang telah dilakukan sebelumnya. -- You have to still learn and grow in this life...

L E A D E R

Salah seorang pembicara dan pelatih kepemimpinan mendefinisikan kepemimpinan atau leadership sebagai kemampuan untuk mempengaruhi orang lain. Dengan kata lain, tingkat kepemimpinan kita sejalan dengan kemampuan kita dalam mempengaruhi orang lain. Padahal dalam kehidupan kita sehari-hari, sadar atau tidak sadar kita mempengaruhi dan dipengaruhi oleh orang lain. Jadi, sepanjang hidup, kita akan selalu dipimpin orang lain dan bersamaan dengan itu juga memimpin orang lain. Di tempat pekerjaan, kita melakukan perintah atasan sebagai pemimpin kita, sementara itu di rumah kita memimpin isteri dan anak-anak dalam keluarga kita. Jika kita juga aktif di dalam organisasi masyarakat sebagai pemimpin maka otomatis kita juga memimpin orang-orang dalam organisasi tersebut untuk mencapai visi dan misi yang sudah ditetapkan.
Kemampuan untuk memimpin itu sendiri bisa dipelajari dan dikembangkan karena masing-masing orang mempunyai benih atau potensi sebagai seorang pemimpin. Jika kita secara sengaja dan teratur mengembangkan kemampuan tersebut, maka kita akan menjadi seorang leader yang efektif, yang mampu menggerakkan orang-orang untuk mencapai tujuan bersama dengan lebih baik.
Beberapa cara praktis untuk bisa mengembangkan kemampuan kepemimpinan tersebut dapat dijabarkan secara sederhana ke dalam enam langkah sederhana yang disingkat menjadi LEADER.

L - Learner
Seorang leader adalah seorang pembelajar. You stop learning means you stop leading. Jika anda berhenti belajar, anda berhenti memimpin. Seumur hidupnya seorang leader terus membina dirinya lewat bacaan, pergaulan dan lingkungannya. Anda yang ada saat ini akan tetap sama lima tahun dari sekarang kecuali anda mengubah apa yang anda baca dan dengan siapa anda bergaul. Anda harus secara sengaja membawa diri anda ke dalam lingkungan yang akan membangun anda lewat bacaan dan pergaulan anda. Bacaan apa yang anda baca selama ini? Dengan siapa saja anda bergaul selama ini?
You choose your own enviroment. Pergaulan yang buruk merusak kebiasaan yang baik. Jika anda bergaul dengan seorang yang suka marah, anda juga akan terbiasa dengan sikapnya dan tidak lama kemudian anda juga menjadi pemarah. Jika anda bergaul dengan orang bijak, lambat laun prinsip-prinsip hidup orang tersebut akan masuk ke dalam hidup anda dan menjadikan anda bijak. Jika anda bergaul dengan pengusaha-pengusaha sukses, anda pun akan terbawa kepada cara berpikir dan kebiasaan yang menjadikan mereka sukses.

E - Excellent
Suka atau tidak, seorang leader akan menjadi patokan, ukuran tindakan bagi pengikutnya. You are the pace setter. Anda yang menentukan ukuran, benchmark bagi pengikut anda. Jika anda tidak menetapkan standar yang tinggi, jangan berharap pengikut anda akan punya standar kerja yang tinggi juga. Jika anda selalu terlambat tiba di tempat pekerjaan, anak buah anda juga akan terlambat tiba di tempat pekerjaan. Jika anda sering berbohong kepada customer anda, karyawan anda juga akan ikut melakukannya. Jika anda selalu mencurigai karyawan anda, perusahaan tempat anda bekerja akan menjadi tegang dan kering karena semua orang saling curiga terhadap temannya. Manajemen salah satu hotel terkenal mempunyai prinsip untuk menghargai dan memperhatikan karyawannya dengan baik. Akibatnya, semua karyawannya juga mempunyai spirit yang sama terhadap para pelanggan. Dengan sendirinya pelanggan hotel tersebut menjadi betah dan senang untuk selalu menginap di hotel tersebut. Apa yang anda buat akan ditiru dan diduplikasi oleh pengikut anda. Itu sebabnya, sebagai leader anda harus punya excellent spirit, semangat untuk mengejar dan menghasilkan yang terbaik

A – Attitude
Attitude determines altitude. Sikap anda di dalam kehidupan ini akan menentukan sejauh mana anda mengalami kemajuan. Banyak hal yang terjadi di luar kendali anda, tetapi anda yang menentukan bagaimana anda harus bersikap. Anda tidak bisa mengendalikan hujan, tetapi anda yang menentukan sikap anda. Anda bisa jengkel karena hujan, anda juga bisa bersukacita karena hujan. Anda bisa menganggap setiap tantangan yang anda hadapi sebagai penghalang, anda juga bisa menganggap tantangan tersebut menjadi peluang untuk anda maju.
Aptitude opens the door, but attitude determines how wide and how long it will be. Talenta atau keahlian anda akan membuka peluang baru bagi anda, tetapi sikap andalah yang akan menentukan sejauh mana anda bisa berkembang di tempat tersebut. Seringkali keberhasilan seseorang ditentukan oleh sikapnya dalam menghadapi persoalan.

D - Dreamer
Salah satu hal yang membedakan leader dari para pengikutnya adalah kemampuannya untuk melihat jauh ke depan. Seorang leader adalah seorang dreamer. Leader sees the unseen and translates it to his followers. Kemampuan untuk melihat sasaran yang jauh di depan dan belum terlihat oleh mata jasmani dan kemudian mengubahnya menjadi langkah-langkah praktis untuk mencapainya merupakan keahlian yang perlu terus dikembangkan. Beberapa leader membutuhkan bantuan orang lain untuk bisa menterjemahkan mimpinya menjadi langkah-langkah praktis yang harus dilakukan. Walaupun demikian, kemampuan untuk bermimpi, untuk melihat hal-hal yang ingin dicapai di masa mendatang harusnya menjadi bagian sang pemimpin.

E – Encourager
Untuk mengembangkan kemampuan leadership anda juga harus menjadi seorang encourager, bukan discourager. Ketika anak buah anda melakukan kesalahan, ia sudah merasa tertuduh. Pada saat seperti itu, seringkali yang dibutuhkan adalah dorongan semangat baru agar ia tidak putus asa. Be a person of solutions oriented instead of faults finding oriented. Lebih baik berfokus pada solusi daripada berusaha untuk mencari kambing hitam.

R – Responsible
Seorang leader berani mengambil tanggung jawab. Anda tidak melemparkan tanggung jawab kepada orang lain, apalagi kepada anak buah anda, sebaliknya anda memikul tanggung jawab sekalipun anak buah anda yang membuat kesalahan. Sebagai leader, seharusnya anda tidak menyalahkan anak buah anda di hadapan orang lain karena itu hanya menunjukkan kelemahan anda sebagai leader.
Salah seorang pemimpin dunia meletakkan tulisan di meja kerjanya, “The buck stops here” - semua tanggung jawab berakhir di meja ini - untuk selalu mengingatkan dirinya bahwa dialah yang bertanggung jawab atas prestasi dan hasil kerja anak buahnya.

Be a good leader!